Serangan Bom Bunuh Diri Tewaskan 27 Anggota Garda Revolusi Iran
Serangan Bom Bunuh Diri Tewaskan 27 Anggota Garda Revolusi Iran - Sebuah serangan bom bunuh diri menewaskan 27 anggota Garda Revolusi Iran (IRGC) pada Rabu (13/2/2019). Serangan itu terjadi di wilayah tenggara Iran di mana pasukan keamanan negara itu menghadapi peningkatan serangan oleh militan dari minoritas Muslim Sunni di negara itu.
"Seorang pembom bunuh diri yang mengendarai kendaraan sarat dengan bahan peledak menyerang sebuah bus yang mengangkut anggota Garda," kata IRGC dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari NBC News, Kamis (14/2/2019).
Selain menewaskan 27 orang, serangan itu juga melukai tiga belas orang lainnya.
Sebuah video yang diposting oleh kantor berita Fars menunjukkan darah dan puing-puing kendaraan di lokasi serangan di sebuah jalan di daerah yang bergejolak dekat perbatasan Pakistan di mana gerilyawan dan penyelundup narkoba bersenjata beroperasi.
Foto yang dipublikasikan Fars menunjukkan bus itu berubah menjadi tumpukan logam. Namun foto-foto itu tidak dapat diverifikasi secara independen.
"Anak-anak militer dan intelijen yang berkorban dari rakyat Iran akan membalas dendam atas darah para martir dari insiden ini," kata Fars mengutip juru bicara kementerian luar negeri Bahram Qassemi.
Wakil Presiden Iran Eshaq Jahangiri mengatakan Iran akan melakukan "pertempuran tanpa henti melawan terorisme" dalam menanggapi serangan itu.
Kelompok Sunni Jaish al Adl (Tentara Keadilan) mengaku bertanggung jawab atas serangan itu, kantor berita semi-resmi Fars melaporkan. Kelompok Jaish al Adl menuntut hak yang lebih besar dan kondisi kehidupan yang lebih baik bagi etnis minoritas Baluchis.
Jaish al-Adl muncul sebagai gerakan oposisi bersenjata utama di tenggara Iran setelah anggota kelompok Sunni lain, Jundullah, bergabung setelah pemimpin mereka ditangkap di pesawat pada 2010. Dia kemudian diadili dan dieksekusi.
Sementara kelompok-kelompok militan Sunni tidak dianggap sebagai ancaman besar, serangan itu merupakan pukulan terhadap keamanan Iran yang sering mengatakan mereka dapat mengusir ancaman apa pun, sebesar apa pun, bahkan dari Amerika Serikat dan sekutunya Israel.
Serangan di provinsi Sistan-Baluchistan yang miskin merupakan salah satu di antara yang terburuk. Serangan itu menggambarkan bahwa pasukan elit Iran, yang berada di bawah langsung Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, rentan terhadap operasi gaya gerilya.
Tahun lalu, dua belas anggota IRGC termasuk di antara 25 orang yang tewas dalam sebuah serangan oleh orang-orang bersenjata dalam parade militer di kota Ahvaz. ISIS dan kelompok separatis Arab sama-sama mengaku bertanggung jawab atas serangan itu.
IRGC diperkirakan memiliki kekuatan militer sebesar 125.000 dengan unit tentara, angkatan laut dan udara. Pasukan ini juga beroperasi di luar perbatasan Iran di negara-negara seperti Irak dan Suriah serta menjalankan kerajaan bisnis yang luas.
Otoritas Muslim Syiah Iran mengatakan kelompok-kelompok militan beroperasi dari tempat-tempat yang aman di Pakistan dan telah berulang kali meminta negara tetangganya itu untuk menindak mereka.
Iran telah menikmati stabilitas relatif dibandingkan dengan tetangga-tetangga Arabnya yang telah bergulat dengan pergolakan politik dan ekonomi yang berujung pemberontakan rakyat pada tahun 2011.
Tetapi kesulitan ekonomi yang dipicu oleh sanksi AS telah memunculkan gelombang protes yang kadang-kadang menyerukan agar para pemimpin ulama Iran untuk mundur.
Semoga dapat menambah wawasan dan pengetahuan kalian
Thanks for reading & have a nice day
No comments